Faktor emisi merupakan suatu koefisien yang menunjukkan banyaknya emisi per unit aktivitas. Unit aktivitas yang dimaksud adalah jumlah konsumsi bahan bakar per satuan kendaraan. Nilai faktor emisi yang diacu menentukan tingkatan perhitungan emisi GRK. Semakin tinggi tingkat (tier 1 - 4) maka semakin akurat perhitungannya. Pada tier-1, faktor emisi yang diacu adalah faktor emisi rata-rata dunia yang diterbitkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Sementara itu, Indonesia melalui LEMIGAS sudah menerbitkan faktor emisi nasional yang sesuai dengan sampel bahan bakar di dalam negeri. Jika mengacu pada faktor emisi nasional maka tingkat perhitungan naik menjadi tier-2.

Umumnya, satuan yang digunakan pada faktor emisi adalah jumlah emisi CO2 yang dihasilkan per satuan energi yang digunakan (CO2/Tera Joule atau TJ). Satu joule atau 10-12 TJ setara dengan 0,24 kalori. Faktor emisi nasional untuk bahan bakar bensin RON 92, RON 88, avtur, minyak tanah, HSD/ADO, minyak diesel (MDF/IDO/MDO), minyak bakar (MFO, HFO), gas alam (pipa), dan LNG berurutan adalah 72.600 kgCO2/TJ, 72.970 kgCO2/TJ, 73.300 kgCO2/TJ, 73.700 kgCO2/TJ, 74.300 kgCO2/TJ, 73.900 kgCO2/TJ, 75.200 kgCO2/TJ, 57.640 kgCO2/TJ, 57.270 kgCO2/TJ. Berdasarkan Dirjen Ketenagalistrikan KESDM, faktor emisi sistem tenaga listrik tahun 2018 memiliki satuan ton setara CO2 (CO2e) per satuan listrik yang dihasilkan (Mega Watt hour/MWh), misalnya di wilayah Sumatera, Jawa Madura Bali, dan Barito Kalimantan adalah 0,81 tonCO2e/MWh, 0,83 tonCO2e/MWh, dan 1,15 tonCO2e/MWh. Selain listrik, gas hidrogen (H2) menjadi peluang bahan bakar masa depan untuk mencapai zero emissions jika gas H2 sepenuhnya merupakan hasil elektrolisis air menggunakan listrik bersumber energi terbarukan (dikenal sebagai “hidrogen hijau”). Meskipun demikian, saat ini produksi gas H2 masih menggunakan proses Steam Reforming Metana dari gas alam atau dikenal sebagai “hidrogen abu-abu”. Sehingga nilai faktor emisinya adalah 38,5 gramCO2/Mega Joule atau MJ (Howarth&Jacobson, 2021).